Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 Agustus 2008

Upacara Pitra Yadnya (Peroras atau Ngeroras) Untuk Niyang/ Nenek ( ? - 2004)

Sebagai awal, Pitra yadnya adalah salah satu bentuk yadnya untuk orang tua atau leluhur yang telah meninggal sebagai salah satu bentuk pembayaran hutang seorang anak kepada orang tua yang telah merawat anaknya. Tujuan upacara pitra yadnya adalah supaya leluhur cepat bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau lahir kembali ke dunia.
Upacara peroras kali ini adalah untuk nenek atau dalam bahasa Bali disebut niyang atau niang (biyang atau Ibu dari aji) yang bernama I Dewa Ayu Ketut Ampig, sedangkan suami beliau bernama I Dewa Nyoman Daret (Pekak). Beliau mempunyai lima orang anak, empat orang laki-laki dan satu orang perempuan. Putra beliau yang pertama bernama I Dewa Gede Cindra (Paman pertama/Iwa), anak keempat bernama I Dewa Ayu Ketut Cindri (Bibi pertama/Iwa), anak kelima atau terakhir bernama I Dewa Putu Sita Ardika (Aji atau ayah), sedangkan anak beliau yang kedua dan ketiga telah lama meninggal yaitu pada saat masih bayi dan saya sendiri tidak tahu nama paman kedua dan ketiga saya. Umur nenek saat meninggal (tahun 2004) tidak saya ketahui dengan pasti, tapi berdasarkan cerita beliau pada saat masih ada beliau sudah menginjak remaja pada saat kedatangan tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942. Jadi, dapat diperkirakan umur beliau paling sedikit 72 tahun dengan anggapan beliau telah berumur 10 tahun pada tahun 1942. Mungkin dengan penulisan sedikit dari kisah hidup beliau bisa dijadikan suatu pengingat bagiku kelak mengingat terdahulu jarang ada yang menulis tentang silsilah keluarga masing-masing terutama keluarga saya sendiri.
Tahun 2008 Upacara Pitra Yadnya di Selatnyuhan khususnya bagi warga Ksatria dilaksanakan pada hari Senin tanggal 11 Agustus 2008. Puncak Upacara diawali dengan upacara tuun daksina mengelilingi tempat upacara. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Ngening nunas toya anyar ke pancoran. Acara selanjutnya adalah Mesatya bagi anak cucu yaitu upacara potong gigi (Metatah/Mesangih). Pada kesempatan ini yang Mesatya untuk Niyang adalah adik-adik-ku (Gek yu dan Oman). Saya sendiri sudah Mesatya untuk Pekak, Biyang, Paman kedua dan ketiga pada tahun 2002. Pelaksanaan upacara potong gigi menghabiskan waktu yang lama karena kali ini ada 42 orang yang potong gigi. Upacara metatah akhirnya selesai sekitar pukul 4 sore dan dilanjutkan dengan kayeh (mandi di sungai yang bersih) ke tukad Campuhan Selat Kaja Kauh yang dilanjutkan dengan nunas Labaan dan sembahyang bersama bagi yang ikut potong gigi.
Upacara peroras kemudian dilanjutkan dengan acara Melukat sekitar pukul 9 malam untuk semua warga. Selanjutnya adalah pertunjukan wayang kulit dan diikuti pelaksanaan Ngeseng pada pukul 3 pagi. Seperti halnya Ngaben, setelah pelaksanaan Ngeseng dilakukan upacara nganyut pada tanggal 12 Agustus 2008 di tukad Campuhan Selat Kaja Kauh. Sampai di tempat nganyut langsung digelar persembahyangan untuk Ida Anake Lingsir (Para Leluhur). Berikut adalah pengalamanku yang paling tidak mengenakkan, sesampai di tempat nganyut malah langsung pergi mandi dengan para teruna, akibatnya fatal yaitu tidak dapat tempat buat sembahyang karena persembahyangan langsung digelar begitu semua orang sudah sampai di tukad Campuhan. Tahun ini pelaksanaan prosesi nganyut tidak dilaksanakan di Pantai Lebih Kabupaten Gianyar tetapi cukup di tukad Campuhan. Dengar-dengar hal ini disebabkan oleh kemudahan akses jalan menuju tempat persembahyangan. Pada saat tahun 2001, akses menuju tempat persembahyangan sangat sulit untuk dilalui apalagi sambil menggotong Madya.
Sampai di sini, puncak upacara Peroras telah sukses dilalui. Namun jangan salah, setelah melewati puncak upacara masih ada beberapa prosesi yang harus dilalui. Salah satu prosesi tersebut adalah prosesi lanjutan yang harus dilakukan khusus bagi yang potong gigi yaitu melukat ke Tirta Empul Tampaksiring. Sedangkan prosesi lainnya adalah prosesi Nunas ke Pura Gowa Lawah kabupaten Klungkung dan Pura Dalem Puri di Kabupaten Karangasem. Setelah prosesi Nunas selesai, upacara Peroras diakhiri dengan prosesi Medulang ke Soang-soang.